Sabtu, 11 April 2015

HUKUM PERIKATAN

Pengertian Perikatan

Perkataan “perikaan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian” ,sebab dalam perikatan diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber suatu perjanjian atau persetujuan,yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan perihal perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).
Adapun yang dimaksudkan dengan “perikatan” adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur” sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dianamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”,yang menurut undang-undang dapat berupa :
1.      Menyerahkan suatu barang
2.      Melakukan suatu perbuatan
3.      Tidak melakukan perbuatan

Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar
    hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Asas Dalam Hukum Perikatan

Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

1. Azas Kebebasan Berkontrak

Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2. Azas Konsensualisme

Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata  sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

Macam-macam Perikatan

a.      Perikatan Bersyarat (Voorwaardelijk)

Adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan,bahwa perikatan itu barulah akan lahir apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan.

b.      Perikatan yang Digantungkan pada suatu ketetapan waktu (Tijdsbepaling)

Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu  atau tidak terlaksana sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.

c.       Perikatan yang Membolehkan Memilih (Alternatif)

Adalah suatu perikatan dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi,sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

d.      Perikatan Tanggung-Menanggung (Hoofdelijk atau Solidair)

Suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang.

e.      Perikatan yang dapat Dibagi dan yang tidak dapat Dibagi

Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian.

f.       Perikatan dengan Penetapan Hukum (Strafbeding)

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya,dalam prakteknyya banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman,apabila ia tidak menepati kewajibannya.

Cara-cara Hapusnya Suatu Perikatan

Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan,yaitu:
1.      Pembayaran
Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seseorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan hakim .pembayaran yang dilakukan kepada seseorang yang tidak berkuasa menerima bagi sebagai piutang adalah sah sekedar si berpiutang telah menyetujuinya.

2.      Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penyimpanan atau Penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran.

3.      Pembaharuan Hutang atau Novasi
Menurut pasal 1431 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi itu ,yaitu:

a.   Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang akan mmenghutangkan kepadanya yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya.

b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama ,yang oleh si berpihutang dibebaskan dari perikatannya.

c.  Apabila sebagai akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama terhadap siappa yang berhutang dibebaskan dari perikatannya.

4.      Perjumpaan Hutang atau Kompensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang-piutang secara bertimbal balik antara kreditur dan debitur.

5.      Percampuran Hutang
Apabila kedudukan sebagai seorang kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang,maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang dengan mana utang piutang itu dihapuskan.

6.      Pembebasan Hutang
Apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian,maka perikatan ini dihapus karena pembebasan.

7.      Musnahnya Barang Yang Terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah,tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang,maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si kreditur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

8.      Pembatalan
Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenannya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak dihapus.

9.      Berlakunya suatu Syarat Batal
Suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi.

10.  Lewatnya Waktu
Menurut pasal 1967 maka segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan ,hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun sedangkan siapa yang menunjukan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukan suatu atas hak lagi pula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.


 sumber : Aspek Hukum Dalam Bisnis , NELTJE F. KATUUK